Hello my netter friends….. bpk dan ibu guru,pemerhati pendidikan,atau semua yang perduli dengan pendidikan .... edisi kali ini kang Eko ngajak temen2 semua mbahas salah satu pendekatan belajar yang konon dianggap mujarab untuk mengentaskan permasalahan belajar anak-anak Indonesia yang Cuma textbook oriented. Pendekatan belajar ini namanya CTL alias Catat Tinggal Lungo, eee salah ….Contextual Teaching and Learning yang betul. Tolong ya, setelah baca postingan ini kang eko minta masukan,komentar,atau sejenisnya di kolom komentar. Soalnya kang Eko kemampuanya masih terbatas….heee.heee… Cuma ingin ngelempar bola panas bro…
Disadari atau tidak disadari, diamini atau mau dibantah, disetujui atau mau dinterupsi, ternyata pola mengajar guru-guru di Indonesia dari sabang sampai Merauke, dari Natuna hingga Pulau Rote memiliki kesamaan yaitu berpola Teacher centered alias berpusat pada guru. Kira-kira kayak gambar disamping ini… sory ya bu photonya saya upload...
Siswa duduk di deretan bangku yang lurus, rapi, menghadap ke depan, guru berpakaian seragam mirip pak Polisi. Lantas guru/fasilitator memberikan materi panjang lebar, bercerita, menerangkan. Otak siswa dijejali materi secara terus menerus sampai kriiing…bel berbunyi. Apa yang terjadi selanjutnya???? Ketika diberi kesempatan bertanya siswa malah bengong, diam, dan pura-pura sibuk… ini menandakan apa yang disampaikan guru masuk telinga kanan dan wusssssss….keluar lagi dari kuping kiri… fasilitator terkadang melupakan hal penting yaitu:
- si pembelajar mesti senang dengan apa yang dipelajari
- si pembelajar mesti tau manfaat apa yang dipelajari
- si pembelajar mesti mempunyai target penguasaan materi
- tersedia sumber belajar yang memadahi
- gaya belajar pembelajar pasti berbeda-beda
- si pembelajar harus akrab, familier, senang, tidak canggung dengan yang mengajari.
Belajar yang terbaik mestinya sesuai konteks. Maksudnya gimana bos?.... Kalau orang belajar tendangan pisang ala David Beckam mestinya ya dilapangan, menendang bola secara berulang-ulang. Kalau orang belajar nyenting mesin motor mestinya ya berhadapan langsung dengan mesin motor, diutak-atik sampe keringetan, ampe lupa makan dan tentunya harus belepotan oli. Kalau pingin pinter komputer ya harus berhadapan dengan komputer, mencoba-mencoba, salah, dicoba lagi begitu seterusnya perkara eror, henk, file nya pada bubar… itu wajib. Namanya juga belajar. Oke bos.. kita mulai serius nich….
Pembelajaran dengan pendekatan kontekstual merupakan konsep belajar yang mengkaitkan materi yang dipelajari dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya. Pendekatan ini diilhami oleh filsafat pembelajaran yang diintroduksi oleh John Dewey. Dengan konsep itu, hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi siswa. Proses pembelajaran berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan transfer pengetahuan dari guru ke siswa. Strategi pembelajaran lebih dipentingkan daripada hasil. Coba ente perhatiin gambar disamping.
Landasan filosofi pembelajaran dengan pendekatan kontekstual adalah konstruktivisme, yaitu filosofi belajar yang menekankan bahwa belajar tidak hanya sekedar menghapal. Siswa harus mengkonstruksikan pengetahuan di benak siswa sendiri. Pengetahuan tidak dapat dipisah-pisahkan menjadi fakta-fakta atau proporsi yang terpisah, tetapi mencerminkan keterampilan yang dapat diterapkan. Dalam konteks itu, siswa perlu mengerti apa makna belajar, apa manfaatnya, dalam status apa mereka, dan bagaimana mencapainya. Siswa perlu menyadari bahwa yang mereka pelajari berguna bagi hidupnya nanti. Dengan demikian siswa memposisikan sebagai diri sendiri yang memerlukan suatu bekal untuk hidupnya nanti. Mereka mempelajari apa yang bermanfaat bagi dirinya dan berupaya menggapainya. Dalam upaya ini, siswa memerlukan guru sebagai pengarah dan pembimbing.
Dalam pembelajaran kontekstual, tugas guru adalah membantu siswa mencapai tujuan belajar. Oleh karena itu guru lebih banyak berurusan dengan strategi daripada memberi informasi. Tugas guru mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja bersama untuk menemukan sesuatu yang baru bagi anggota kelas (siswa). Sesuatu yang baru (pengetahuan, keterampilan) datang dari menemukan sendiri, bukan dari apa kata guru.Pembelajaran kontektual merupakan salah satu dari sekian banyak pendekatan pembelajaran, pembelajaran kontekstual dikembangkan dengan tujuan membekali siswa dengan pengetahuan yang secara fleksibel dapat diterapkan dari satu permasalahan ke permasalahan lain dan dari satu konteks ke konteks lainnya.
Pendekatan kontekstual memiliki tujuh komponen utama, yaitu konstruktivisme (contructivism), menemukan (inquiry), bertanya (questioning), masyarakat belajar (learning community), pemodelan (modeling), refleksi (reflection), dan penilaian yang sebenarnya (authentic assessment). Sebuah kelas dikatakan menggunakan pendekatan kontekstual jika menerapkan ketujuh komponen tersebut dalam pembelajarannya. Model pembelajaran kontektual dapat diterapkan dalam kurikulum apa saja, bidang studi apa saja, dan kelas yang bagaimanapun keadaannya.
Penerapan model pembelajaran kontekstual dalam kelas secara garis besar mengikuti langkah-langkah sebagai berikut :
1). Kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya
2). Laksanakan sejauh mungkin kegiatan penemuan untuk semua topik
3). Kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya
4). Ciptakan masyarakat belajar (belajar dalam kelompok-kelompok)
5). Hadirkan model sebagai contoh pembelajaran
6). Lakukan refleksi di akhir pertemuan dan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara
Pembelajaran kontekstual menempatkan siswa dalam konteks bermakna yang menghubungkan pengetahuan awal siswa dengan materi yang sedang dipelajari dan sekaligus memperhatikan faktor kebutuhan individual siswa dan peran guru. Untuk itu guru dalam menggunakan pendekatan pengajaran konekstual memperhatikan hal-hal sebagai berikut.
1). merencanakan pembelajaran sesuai dengan kewajaran perkembangan mental siswa (developmentally appropriate)
2). membentuk group belajar yang saling ketergantungan (interdependent learning group)
3). Menyediakan lingkungan yang mendukung pembelajaran mandiri (self regulated learning) yang mempunyai karakteristik : kesadaran berfikir, penggunaan strategi, dan motivasi berkelanjutan.
4). Mempertimbangkan keragaman siswa (disversity of student)
5). Memperhatikan multi-intelegensi siswa (mltiple intelligences), spasial-verbal, linguistic-verbal, interpersonal, musikal ritmik, naturalis, badan-kinestetika, intrapersonal, dan logismatematis. (Gardner, 1993)
6). Menggunakan teknik-teknik bertanya yang meningkatkan pembelajaran siswa, perkembangan pemecahan masalah dan keterampilan berfikir tingkat tinggi.
7). Menerapkan penilaian autentik (authentic assessment).
Ciri-ciri kelas yang diajar menggunakan pendekatan kontekstual akan terlihat sebagai berikut: Adanya kerjasama, Saling menunjang, Menyenangkan, tidak membosankan, Belajar dengan bergairah, Pembelajaran terintegrasi, Menggunakan bebagai sumber, Siswa aktif, Sharing dengan teman, Siswa kritis, guru kreatif, Laporan kepada orang tua berujud, rapor, hasil karya siswa, laporan praktikum, dan karangan siswa, dll.
EmoticonEmoticon